Monday, September 25, 2006

Kalau Jomblo Jangan Duka

Kerap kita tidak bisa mengelak dari suatu keadaan yang tidak kita inginkan. Tetapi kita toh tetap dapat memilih sikap atau tindakan apa yang akan kita ambil, sebagai reaksi kita terhadap keadaan itu. Nah, bagaimana reaksi kita itu akan sangat menentukan keadaan itu selanjutnya; menjadi baik atau malah (lebih) buruk.
Misalnya, sakit. Sekeras apa pun kita menjaga kesehatan - minum vitamin, makan teratur, tidur cukup, olah raga rutin - tapi eh, ada saja saatnya kita sakit. Iya, kan?! Entah itu sakit ringan, entah sakit berat. Kita tidak bisa mengelak. Tetapi kita bisa memilih sikap atau tindakan seperti apa sebagai reaksi kita terhadap sakit itu.
Kita bisa terus ngedumel, menyesali habis-habisan, marah-marah, semprot sana semprot sini. Pokoknya ngga terima. Akibatnya ya, kita bisa stress sendiri. Tambah pusing tujuh keliling. Orang lain juga mungkin jadi jengkel dengan kita. Lha, emang enak deket-deket orang yang terus ngeluh dan
uring-uringan?! Penyakit tidak sembuh, malah timbul masalah baru.
Atau kita bersikap tenang. Kita berserah kepada Tuhan. Kita percaya dibalik segala hal yang Tuhan ijinkan terjadi pasti ada hikmahnya. Dengan bersikap begitu bisa saja penyakit kita tidak lantas sembuh, tapi minimal kita tidak jadi stress. Tidak tambah pusing tujuh keliling.
Kita tetap bisa bersyukur, menikmati hari-hari dengan gembira. Relasi kita dengan orang lain juga tidak terganggu.
* * * *

Ngejomblo juga begitu.

Bisa saja kita tidak bisa mengelak dari status jomblo. Kita sudah berdoa, sampai lidah pun terasa kelu memohon-mohon kepada Tuhan. Kita juga sudah berusaha keras. Begitu keras. Hingga ibarat hati kita sebuah rumah; pintunya sudah kita buka lebar-lebar, jendelanya sudah dibentangkan, bahkan atapnya sudah kita bongkar habis. Sudah plong blong. Tetapi koq ya sang pangeran berkuda - atau sang putri bercadar putih - yang kita harap-harapkan itu tidak juga kunjung datang.

Lalu bagaimana dong?
Selanjutnya ya, tergantung kita. Kalau kita melihat ke-jomblo-an itu sebagai aib; sebagai sesuatu yang memalukan dan menyedihkan, kita bisa terus tenggelam dalam kekecewaan dan kekesalan. Rasanya Tuhan tidak adil. Hidup pun terasa tidak enak. Sepi. Getir. Sengsara. Kita jadi murung. Hidup segan, mati nggak mau.
Efeknya, kalau misalnya kita lagi pergi-pergi; ke mall atau ke pesta ulang tahun teman, lalu ada yang tanya, "Koq sendirian?!" kita artikan sebagai sindiran. Kita pun marah. Mutung. Padahal orang cuma tanya, tidak ada maksud apa-apa. Yang celaka, kalau kemudian kita "banting harga". Ngobral. Pokoknya siapa saja yang nyamperin, kita oke-in tanpa pikir-pikir lagi.
Mending kalau kita dapat orang yang tepat. Lha, kalau nggak?! Apa tidak sedang membangun neraka buat diri sendiri tuh. Osraaaammmmmm. Partner khusus antara pria dan wanita, apalagi kalau itu mengarah ke jenjang pernikahan, tidak bisa dibangun di atas dasar ketergesaan, keterpaksaan, atau asal-asalan, kan?!
Akan tetapi kalau kita melihat ke-jomblo-an itu secara positif; sebagai bagian dari rencana Tuhan atas hidup kita, percaya deh ke-jomblo-an itu tidak akan menjadi beban yang menakutkan. Kita bisa tetap enjoy dengan kesendirian" kita. Happy dengan hari-hari kita. Pikiran kita pun akan lebih terbuka melihat sisi-sisi baiknya ngejomblo; bahwa ngejomblo tidak melulu berarti "kisah sedih di Hari Minggu" (koq jadi kayak lagu Koes Plus?!). Dan yang paling penting, kita tetap dapat membuka diri tanpa mesti "mengobral" diri. Pokoknya so good-lah. Hidup jomblo!
Bisa saja sih sesekali kita juga merasa lonely. Atau kepikiran enaknya kalau ada yang ngapelin atau diapelin, ada yang perhatiin dan diperhatiin. Tetapi perasaan dan pikiran semacam itu tidak akan membuat kita lantas jadi nelongso. Apalagi kalau sampai mengutuk "malam dimana kita dikandung bunda". Pasti nggaklah.
Paling kita bernyanyi sendu. Bisa lagu ngepopnya alm. Nike Ardila: "Jenuh aku mendengar, manisnya kata cinta lebih baik ku jomblo. Bukannya sekali, sering ku mencoba, namun ku gagal lagi... hiks, hiks. Hanya iman di dada yang membuat ku mampu selalu tabah menjalani... yeah!" Bisa juga lagu "Nearer, My God, to Thee " (Itu loh lagu yang mengiringi tenggelamnya kapal Titanic :).
* * * *

So, jangan kecil hati kalau memang mesti ngejomblo. Apalagi patah arang, sampai kepengen mati segala. Jangan. Toh yang penting bukan statusnya - jomblo atau tidak. Yang penting, bagaimana kita menyikapinya.

Dunia jomblo pun tak kalah indah kok. Asal kita melihat dan memikirkannya secara positif. Leres mekaten to pak kyai??

Pernahkah kamu .... ???

Sebuah tulisan lama yang dikirim seorang teman dari negeri yang jauh via Email.
***


Pernahkah kamu merasakan, bahwa kamu mencintai seseorang,

meski kamu tahu ia tak sendiri lagi,
dan meski kamu tahu cintamu mungkin tak berbalas,
tapi kamu tetap mencintainya,

Pernahkah kamu merasakan,
bahwa kamu sanggup melakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai,
meski kamu tahu ia takkan pernah peduli ataupun ia peduli dan mengerti,
tapi ia tetap pergi.

Pernahkah kamu merasakan hebatnya cinta,
tersenyum kala terluka,
menangis kala bahagia,
bersedih kala bersama,
tertawa kala berpisah,


Aku pernah,.........
Aku pernah tersenyum meski kuterluka
karena kuyakin Tuhan tak menjadikannya untukku,
Aku pernah menangis kala bahagia,
karena kutakut kebahagiaan cinta ini akan sirna begitu saja,

Aku pernah bersedih kala bersamanya,
karena kutakut aku kan kehilangan dia suatu saat nanti, dan......
Aku juga pernah tertawa saat berpisah dengannya,
karena sekali lagi, cinta tak harus memiliki,
dan Tuhan pasti telah menyiapkan cinta yang lain untukku.

Aku tetap bisa mencintainya,
meski ia tak dapat kurengkuh dalam pelukanku,
karena memang cinta ada dalam jiwa,
dan bukan ada dalam raga.

Semua orang pasti pernah merasakan cinta.. baik dari
orang tua... sahabat.. kekasih dan akhirnya pasangan hidupnya.

Buat temanku yg sedang jatuh cinta..
selamat yah.. karena cinta itu sangat indah.
Semoga kalian selalu berbahagia.
Buat temanku yg sedang terluka karena cinta...
Hidup itu bagaikan roda yang terus berputar,
satu saat akan berada di bawah dan hidup terasa begitu sulit,
tetapi keadaan itu tidak untuk selamanya,
bersabarlah dan berdoalah karena cinta yang lain akan datang dan menghampirimu.

Buat temanku yang tidak percaya akan cinta...
buka hatimu jangan menutup mata akan keindahan yang ada di dunia
maka cinta membuat hidupmu menjadi bahagia.

Buat temanku yang mendambakan cinta..
bersabarlah..
karena cinta yang indah tidak terjadi dalam sekejab..
Tuhan sedang mempersiapkan segala yang terbaik bagimu.

Buat temanku yang mempermainkan cinta....
Sesuatu yang begitu murni dan tulus bukanlah untuk dipermainkan.
Cinta bukan suatu kehampaan.

Semoga kalian berhenti mempermainkan cinta dan

mulai merasakan kebahagiaan yang seutuhnya

Tuhan memberikan setiap burung makanannya masing-masing,
tapi "Dia" tidak melempar langsung makanan itu ke sarangnya.

Cumma'

Jatuh Cinta Sebagai Kejadian Spiritual

Tulisan ini sebelumnya pernah saya tulis di blog saya terdahulu (gak bisa ngedit gara-gara lupa password)
###

Love is live. Live is option. Cinta adalah hidup. Hidup adalah pilihan. Artinya, cinta takkan pernah sanggup lari dari pilihan. Pilihan untuk jatuh cinta, pilihan untuk tidak mencintai siapapun, ataupun pilihan untuk sosok yang layak disuguhi cinta. Selama masih punya jiwa untuk hidup, kita bakal selalu dikekang jiwa untuk mengulum cinta. Entah, untuk siapa. Karena, pilihan tidak selamanya mudah. Terkadang, malah terbilang amat susah.
Banyak film yang mengangkat kebimbangan kala harus memilih pria yang terbaik, untuk disandingkan dalam dada. Misalnya, Here on Earth. Josh Hartnett sibuk melawan Chris Klein demi meraup cinta Leelee Sobieski. Ada lagi, Pearl Harbor yang mengisahkan perjuangan Ben Affleck dan-lagi-lagi-Josh Hartnett dalam bergulat demi memenangkan hati Kate Beckinsale.
Kehidupan para muda yang sebagian orang telah mempersepsikan sebagai generasi penerus, entah penerus apapun itu. Tak luput dari itu, pacaran menjadi sebuah budaya yang condong dimiliki oleh para muda. Jatuh cinta menjadi alasan utama untuk mengawali sebuah proses untuk pacaran. Dimana pacaran dijadikan wahana untuk memicu kehidupan masa depannya.
Mengutip pernyataan yang pernah dilontarkan Gede Prama “Jatuh Cinta Sebagai Kejadian Spiritual,” Setiap orang pernah jatuh cinta. Umumnya, jatuh cinta itu terjadi pada orang dengan lawan jenis. Tidak ada satupun kata-kata yang bisa mewakili perasaan jatuh cinta. Sebutlah kata senang, gembira, bahagia, bergetar, berdebar, takut kehilangan, cemburu, ingin selalu bersama, semua terlihat bersinar dan menyenangkan, tetap saja tidak bisa mewakili seluruh nuansa jatuh cinta.
Biasanya yang lama diingat orang melalui kejadian-kejadian jatuh cinta adalah perasaan-perasaan yang ada di dalam. Memegang tangan pasangan saja membuat jantung berdebar. Melihat matanya yang dibalut senyum bisa membuat terkenang-kenang selamanya. Bisa menjadi satu rangkaian kalimat yang terdengar di telinga setiap hari. Dan pada akhirnya membuat kita seperti layaknya dunia milik berdua.
Inilah rangkaian hal yang membuat cinta diidentikkan dengan feeling. Banyak sudah lagu, film, sinetron, novel, syair, puisi yang lahir dari sumber cinta sebagai perasaan. Kalau kemudian banyak yang memberikan kesan cinta itu cengeng, lemah, tangisan dan sejenisnya, itu hanyalah sepenggal pemahaman tentang cinta sebagai perasaan.
Ada dimensi kedua dari cinta yang layak dicermati setelah cinta sebagai perasaan, yakni cinta sebagai sebuah kekuatan (power). Dengan mencoba memperhatikan pengalaman jatuh cinta pada masing-masing individu. Ada kekuatan maha dahsyat yang ada di dalam diri, yang membuat badan dan jiwa ini demikian perkasanya.
Bermula dari pemahaman seperti inilah maka Deepak Chopra dalam The Path To Love, menyebut bahwa jatuh cinta adalah sebuah kejadian spiritual. Ia tidak semata-mata bertemunya dua hati yang cocok kemudian menghasilkan jantung yang berdebar-debar. Ia adalah tanda-tanda hadirnya sebuah kekuatan yang dahsyat. Persoalannya kemudian, untuk apa kekuatan dahsyat tadi dilakukan.
Boleh saja kita menyebut rangkaian bukti ini sebagai serangkaian kebetulan, tetapi saya lebih setuju dengan Deepak Chopra ataupun Gede Prama yang menyebut bahwa jatuh cinta adalah sebuah kejadian spiritual. Dari sinilah sang kehidupan kemudian menarik kita tinggi-tinggi ke rangkaian realita yang oleh pikiran biasa disebut luar biasa. Di bagian lain bukunya, Chopra menulis : “merging with another person is an illusion, merging with the Self is the supreme reality”. Bergabung dengan orang lain hanyalah sebuah ilusi, tapi bergabung dengan sang Diri yang sejati, itulah sebuah realita yang maha utama.
Jatuh cinta sebagai kejadian spiritual, yang dituju adalah bergabungnya diri kita dengan jiwa. Ada yang menyebut jiwa terakhir dengan sebutan Tuhan, ada yang memberinya sebutan kebenaran, ada yang menyebutnya dengan inner life, dan masih banyak lagi sebutan lainnya. Apapun nama dan sebutannya, ketika kita menemukannya, kata manapun tidak bisa mewakilinya. Yang ada hanya : ahhhhh !
Kita masih muda, di mana semua unsur badan dan jiwa ini demikian kuat dan perkasanya, demikian juga dengan jatuh cinta. Ia mendamaikan, menggembirakan, mencerahkan, mengagumkan dan menakjubkan, sekaligus juga bisa menjatuhkan. Dan yang paling penting, semuanya kelihatan serba sempurna. Air sungai, daun di pohon, desir angin, suara ombak, wajah pegunungan, demikian juga dengan pekerjaan, keluarga, atasan, bawahan.
Seorang sahabat yang kerap jatuh cinta seperti ini, pernah mengungkapkan, dalam keadaan jatuh cinta, setiap lembar daun di pohon apapun terlihat seperti sehalaman buku suci yang penuh inspirasi. Setiap hembusan angin adalah pelukan-pelukan tangan kekasih yang amat menyentuh. Setiap suara air adalah nyanyian-nyanyian rindu yang menyentuh kalbu.